Buletin At Tauhid Edisi 20 Tahun X
Orang syi’ah mengatakan, bahwa agama mereka adalah agama cinta, cinta ahlu bait. Kita –kaum muslimin- mengatakan, bagian dari agama Islam adalah cinta kepada ahlul bait, maka cinta kepada ahlu bait adalah agama kami. Namun cinta kami dan kalian berbeda. Cinta kami sesuai porsinya, cinta kalian kelebihan timbangan. Cinta kami adalah keyakinan, cinta kalian topeng belaka.
Topeng cinta kepada ahlu bait : mengenal agama syi’ah
Yang paling menggiurkan banyak dari umat Islam yang masih awam akan agama, bahwa ajaran syi’ah adalah ajaran yang pondasinya adalah cinta kepada ahlu bait. Akhirnya ia terbawa oleh aliran menyimpang, karena dihiasi bungkusan yang indah.
Cinta syi’ah kepada ahlu bait tidak jauh beda dengan cinta orang-orang nahsrani kepada Nabi Isa ‘alaihis salam. Orang-orang nashrani mencintai Nabi Isa ‘alaihis salam dan menjadikannya sebagai tuhan selain Allah Ta’ala. Cinta itupun menjadi malapetaka bagi mereka. Jadilah mereka penghuni neraka dan kekal di dalamnya.
Cinta orang-orang syi’ah kepada ahlu bait telah melebihi batasnya. Merekapun menjadikan ahlu bait sebagai sesembahan selain Allah Ta’ala. Ali radhiyallahu ‘anhu jadi tempat meminta. Fatimah radhiyallahu ‘anha tempat menyampaikan hajat. Datang ke kuburan Husain radhiyallahu ‘anhusambil merangkak dan sujud dihadapannya, padahal mereka masuk ke dalam masjid (rumah Allah) dengan cara yang tidak sama.
Berikut ini salah satu riwayat di dalam kitab mereka, “Ditanyakan kepada Ja’far As Shadiq, “Apakah keutamaan bagi orang yang menziarahi kuburan Al Husain?” Ia menjawab, “Barangsiapa yang menziarahi Al Husain, ia seperti menziarahi Allah di atas ‘arsy” (Nurul ‘Ain fil Masyi ila Ziarati Qabril Husain, hal.49)
Cinta orang Nasrani kepada Nabi Isa sama dengan cinta orang syi’ah kepada ahlul bait, cinta pembawa petaka. Cinta yang tidak bermanfaat di hari kiamat nanti, bahkan cinta yang membawa celaka.
Namun kalau kita telusuri lebih dalam, kita akan mengetahui hakekat cinta syi’ah kepada ahlu bait hanya topeng belaka. Buktinya, yang mereka cinta hanya 13 orang ditambah dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan satu orang dari 13 orang tersebut adalah Imam Mahdi, yang menurut keyakinan mereka, ia sedang bersembunyi di dalam gua sejak 1200 tahun yang lalu.
Fatimah radhiyallahu ‘anha mereka golongkan ahlu bait (keluarga Nabi), ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha istri kesayangan Rasululullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mereka benci. Hasan radhiyallahu ‘anhu dan Husain radhiyallahu ‘anhu ahlu bait, anak-anaknya ‘Ali radhiyallahu ‘anhu yang lain bukan ahlu bait, hanya ‘Ali Zainul Abidin (putra Husain) radhiyallahu ‘anhu yang diyakini sebagai ahlu bait. Anak-anaknya Hasan dan Husain yang lain bukan ahlu bait. Keluarga dan keturunan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam hanya nol koma sekian persen yang menjadi ahlul bait dalam pandangan syi’ah.
Jika demikian, apakah benar syi’ah mencitai ahlu bait? Jawabannya sudah terlalu jelas.
Bahkan yang tidak pernah anda sangka mereka lakukan, mereka mengatakan, “Ruqayyah dan Zainab dua orang istri ‘Utsman, bukan putri Rasulullah dan bukan anaknya Khadijah” (Al Istighatsah fi Bida’its Tsalatsah, ‘Ali Al Kufi, hal.108)
Jika datang ke rumah anda seorang yang mengatakan bahwa dua orang anak anda bukan keturunan anda, apakah anda akan mengatakan mereka mencintai keluarga anda?
Al Qur’an beda, Hadits tak sama
Di dalam tubuh umat Islam, kita dapatkan beberapa perbedaan (dalam masalah furu’ atau cabang -red), seperti perbedaan mazhab Syafi’I dengan mazhab Hanafi, Hanbali dan Maliki (meskipun mereka bersepakat dalam masalah prinsip beragama -red).
Tapi kita harus bisa membedakan antara perbedaan yang masih berada dalam wilayah yang diperbolehkan dengan perbedaan yang telah melewati rambu-rambu kebenaran. Mazhab fiqih yang empat mereka mengambil dari mata air yang sama, yaitu Al Qur’an dan Sunnah, yang berbeda adalah hasil ijtihad dari sumber yang sama tersebut.
Apakah perbedaan antara Sunnah – Syi’ah sama dengan perbedaan antara mazhab-mazhab fiqih? Untuk jawabannya, mari kita lihat bersama pemaparan singkat berikut ini!
Al Qur’an
Al Qur’an terjaga dari huruf pertama sampai huruf terakhir, tidak ada penambahan atau pengurangan satu hurufpun jua, karena kemurniannya telah dijamin oleh Allah di dalam firman-Nya (yang artinya), “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al Quran, dan Sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya” (QS. Al Hijr : 9)
Itulah keyakinan umat Islam, dan itu adalah jaminan Allah Ta’ala. Dan ternyata seperti inilah ajaran Syi’ah tentang Al Qur’an :
Di dalam kitab mereka Ushul Al Kafi (seperti Shahih Bukhari, menurut Syi’ah) karya Al Kulaini, diriwayatkan dari Ja’far Ash Shadiq, “Sesungguhnya Al Qur’an yang diwahyukan lewat Jibril kepada Muhammad, adalah tujuh belas ribu ayat” (Ushul Al Kafi, 2/634)
Itulah Al Qur’an yang ada di dalam keyakinan mereka. Adapun Al Qur’an umat Islam, jumlah ayatnya adalah 6236 ayat, sesuai dengan cetakan Mush-haf Madinah.
Muncul pertanyaan, “Bukankah orang Syi’ah membaca Al Qur’an seperti Al Qur’an kita?”
Jawabnya, “Benar, yang mereka baca sekarang adalah sama dengan Al Qur’an kita, tapi mereka meyakini bahwa Al Qur’an sekarang tidak sempurna, dan itu sesuai dengan riwayat-riwayat di dalam kitab mereka”.
Hadits
Keyakinan tentang Al Qur’an saja tidak sama, apalagi hadits. Hadits merupakan sumber agama kita setelah Al Qur’an. Hadits adalah seluruh perkataan, perbuatan, dan persetujuan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap suatu amalan.
Kitab hadits umat Islam seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, dan kitab para Imam yang lain.
Syi’ah memiliki kitab hadits yang tidak sama dengan kitab hadits yang umat Islam gunakan untuk mengenal agama mereka. Shahih Bukhori tidak dipakai oleh orang Syi’ah, mereka mempunyai kitab tersendiri, diantaranya adalah kitab yang diberi nama “Al Kafi” karangan Al Kulaini.
Perbedaan dalam masalah hadits antara Syi’ah dengan Umat Islam, bukan sekedar masalah kitab yang berbeda, tapi yang berbeda adalah sumber dari hadits itu sendiri. Hadits dalam literatul Islam sumbernya berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hadits pada ajaran Syi’ah, sumbernya berasal dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan 12 Imam mereka beserta Fatimah radhiyallahu ‘anha.
Al Qur’an beda, hadits juga tak sama…. Itulah mereka, beda dengan kita.
Islam Lewat Shahabat
Antara kita dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam jauhnya 15 abad lamanya. Al Qur’an dan hadits sampai kepada kita setelah melewati jalur penyambung, yang kita kenal dengan isnad, yaitu para perawi yang mendengar dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian menyampaikannya kepada orang sesudahnya, begitu seterusnya sehingga sampailah kepada kita. Artinya, tanpa ada para perawi, maka Islam tidak akan sampai pada kita.
Untuk meruntuhkan agama Islam, maka orang-orang yang membenci tegaknya agama Allah Ta’ala mengunakan cara yang sedikit samar, agar tidak ketahuan belangnya. Mereka tidak mendustakan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, tapi mereka mengunakan cara yang sedikit menipu.
Kalau mereka menyalahkan Nabi muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam atau mendustakannya secara langsung, maka umat Islam secara keseluruhan akan mengatakan bahwa kalian adalah orang kafir. Agar kejahatan mereka tertutup tabir, mereka melakukan hal yang sedikit mengecohkan.
Al Qur’an dan hadits sampai kepada kita dengan penghubung, artinya kalau penghubung itu tidak ada, maka tidak akan ada Al Qur’an dan hadits pada kita, runtuhlah Islam dari asasnya.
Mata rantai pertama mereka hapus, dengan berbagai alasan yang dibuat-buat, yang alasan-alasan itu jelas-jelas bertentangan dengan firman Allah Ta’aladan sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Mereka mengatakan bahwa para shahabat telah kafir, para sahabat adalah orang-orang murtad, begitulah cara mereka menghancurkan islam.
Terlalu banyak bukti tentang itu. Saya hadirkan satu bukti saja yang membuka tabir mereka. Imam Hadits Syi’ah Al Kulaini meriwayatkan di dalam kitabnya “Ar Raudhoh Minal Kafi” (8/240), “Dari Hannaan, dari Bapaknya, dari Abu Ja’far, Abu Ja’far berkata, “Setelah wafatnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mereka semuanya (shahabat) murtad, kecuali tiga orang”. Bapaknya Hannaan bertanya, “Siapakah mereka (yang tidak murtad)?” Abu Ja’far menjawab, “Al Miqdad bin Al Aswad, Abu Dzar Al Ghifari, dan Salman Al Farisi –semoga Allah merahmati dan memberkahi mereka“ (Ar Raudhoh Minal Kafi, 8/240)
Semoga tulisan singkat ini, bisa menyingkap tabir tentang ajaran Syi’ah.
Penulis  : Ustadz Sanusin Muhammad Yusuf, MA (Dosen STDI Imam Syafi’i Jember)